Kadang manusia dihadapkan sama keadaan yang kalo dilanjutin salah,
ditinggalin juga salah. Posisi ini, kalo di film Dono (sebenernya film
Warkop DKI, tapi tetep aja disebutnya film Dono), namanya maju
kena-mundur kena.
Kamu juga merasa tersesat. Kamu berjalan, mencoba keluar, tapi
berakhir di situ-situ aja. Lubang hitam. Menyedot semua energi cuma buat
mikirin harus dilanjutin apa nggak.
Ternyata, yang seperti itu bukan cuma ada di film Warkop. Dalam
kehidupan sehari-hari juga seringkali kita menemukan posisi serba salah.
Pokoknya bingung harus ngapain.
Misalnya, ketika ada di posisi mencintai orang yang sebenarnya udah
dimiliki orang lain. Kamu senang dengan segala perhatian yang ada,
dengan keadaan yang ada. Tapi di sisi lain, kamu nggak suka karena kamu
nggak tau kamu itu apa, siapanya dia. Kamu bukan pacarnya, dibilang
selingkuhannya juga belum, tapi dia yang berpacar begitu perhatian. Mau
dilanjutin, dia pun nggak bisa putus sama pacarnya, mau mundur, tapi
perhatian darinya begitu candu.
Keadaan yang lebih kompleks, ketika kamu sudah punya kekasih. Sudah
lama, bahkan terlalu lama. Bertahun-tahun bersama. Tapi ketika dilihat
lagi, ternyata ada unsur terpaksa dalam kebersamaan itu. Pernah salah
satu atau kalian berdua, merasa sudah di titik jenuh, atau bahkan pernah
terlibat di pertengkaran besar, seakan semuanya memang harus berakhir.
Tapi kalian memutuskan untuk melanjutkannya, bersama. Sayangnya, bukan
karena masih saling cinta, ataupun masih bisa saling percaya, tapi cuma
sayang karena hubungannya sudah terlanjur lama. Biasanya juga, terkait
sama saling kenalnya kedua pihak orang tua. Sekali lagi, ini terpaksa.
Mau disudahi, sayang sekali hubungannya udah lama. Mau dilanjutin pun
semuanya nggak lagi sama.
Gengsi juga, seringnya jadi momok yang membuat seseorang stuck berada
di posisi yang serba salah. Ketika dua orang sudah menyatakan saling
suka, saling perhatian, saling mengingatkan, saling ada satu sama lain,
tapi nggak ada yang memulai. Ya, karena gengsi. Serba salah. Nggak ada
yang mau mengalah.
Keadaan lainnya bisa sesederhana ketika jatuh cinta kepada sahabat
sendiri. Pertemanan yang begitu lama dijalin. Seperti kata di televisi
dan di film-film, Kita nggak bisa memilih jatuh cinta kepada siapa. Karena jatuh cinta nggak bisa memilih,
Kadang kita merasa nggak punya pilihan dalam urusan cinta.Mungkin itu juga alasan kenapa orang-orang yang terlibat dalam jatuh cinta kepada sahabat, tetap berada di tengah. Nggak mundur, maju pun enggan. Yang ada, “mundur” itu cuma kata-kata yang kadang tercetus, tapi besoknya lupa lagi. Ngarep lagi. Nggak sadar diri lagi. Bahwasanya, dirinya hanyalah teman.
Tapi sebenarnya pilihan itu ada, kalau kita dalam keadaan jernih untuk melihatnya.Ketika sedang berada dalam posisi yang begitu serba salah, kadang yang perlu kita lakukan hanyalah berhenti, dan bernapas. Nggak perlu banyak berpikir, karena seringkali berpikir cuma hanya menghasilkan bad mood sendiri.
Cukup dengarkan apa yang ada dalam hati. Melihat ke dalam diri. Pejamkan mata. Tarik napas lewat hidung. Hembuskan lewat mulut.
Setidaknya, itu yang selalu sukses menenangkan gue. Dan sedikit-banyak memengaruhi bijaknya diri dalam mengambil keputusan.
Karena cuma kamu yang bisa nentuin nasib kamu gimana. Orang lain terlalu sibuk ngurusin diri mereka masing-masing. Jangan mau berada di satu titik yang ngasih kamu kenyamanan semu. Misalnya ada di kondisi ngarepin orang yang nggak peduli sama kamu. Orang yang tiba-tiba ada, tiba-tiba ngilang, tiba-tiba ada, tiba-tiba ngilang.
Dalam hidup, kita harus mengambil keputusan. Tegaslah. Minimal kepada diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar